Senin, 21 Juli 2008

polling SMS yang tidak sehat


Polling SMS telah muncul beberapa tahun yang lalu. Saat itu sebuah stasiun televisi swasta nasional, "Indosiar", menggunakannya pada program "Akademi Fantasi Indosiar". Pada awalnya polling SMS digunakan sebagai support para "akademia" (Peserta) AFI yang mengikuti proses seleksi menjadi bintang. Konsepnya pada saat itu para pemirsa AFI pendukung idolanya juga diberi andil untuk menentukan sang juara dengan memberi dukungan dengan mengirimkan SMS dengan format yang telah ditentukan oleh Indosiar. Saat itu belum seluruh provider selular menjalin kerjasama dengan Indosiar mengenai tayangan tersebut. Saat itu hanya tersedia bagi pelanggan Provider Telkomsel dan Indosat. Ternyata hasil yang diperoleh dari konsep yang digunakan Indosiar tersebut cukup mencengangkan. Ratusan, bahkan ribuan pemirsa ternyata rela mengirimkan polling SMS demi mendukung sang idola setiap acara itu tayang. Tentu saja ini sebuah karya yang menguntungkan bagi Indosiar, keuntungan yang diraup oleh Indosiar dengan jalinan kerjasama pada provider telekomunikasi.
Dengan langkah awal yang sukses tersebut, selanjutnya Indosiar berkelanjutan menayangkan AFI 2. Pada kenyataannya, program acara AFI tersebut juga sempat menduduki salah satu rating tertinggi yang bertahan cukup lama. Melirik dari keberhasilan Indosiar, media-media televisi swasta nasional lainnya pun tidak mau melewatkan kesempatan. Program acara dengan konsep yang serupa digunakan oleh TPI dengan acara PILDACIL (Pilihan Da`i Cilik) & API (Audisi Pelawak TPI), AnTV (Penghuni Terakhir) dan RCTI (Indonesian Idol).
Hingga akhirnya selama proses, setiap stasiun televisi berusaha untuk mengemas acara tersebut dengan lebih mendramatisir dan mengharukan. Dan hal tersebut ternyata dapat menarik perhatian audiens untuk menyaksikan acara tersebut.]

Merambat hingga Kuis Berhadiah
Setelah maraknya tayangan sejenis di berbagai stasiun televisi itu, pada akhirnya pemirsa mulai jenuh, tingkat ketertarikan mulai menurun. Mungkin dikarenakan air mata untuk isak tangis sudah terlalu banyak yang keluar karena dramatisirnya acara.
Namun bukan berarti media televisi membiarkannya merosot begitu saja. Berbagai stasiun televisi nasional (Swasta khususnya), menyajikan program acara yang lebih diperbaharui daripada sebelumnya. Jika sebelumnya pemirsa hanya diikut sertakan pada dukungan, dan hadiah hanya untuk segelintir pemirsa partisipan polling yang beruntung. Kini polling sepenuhnya dirubah bukan kearah dukungan, namun lebih cenderung ke arah kuis berhadiah.
Dan hadiah yang disajikan juga tidak sedikit. Awal dari program ini muncul, sebut saja pada salah satu stasiun televisi LaTivi. Yang saat itu bersamaan dengan event dunia, piala kejuaraan sepak bola dunia. Hadiah hingga mencapai jutaan rupiah, bahkan hingga puluhan juta rupiah. Hanya dengan menebak soal yang relatif tidak terlalu sulit, dan menunggu untuk keberunutungan konfirmasi dari panitia acara. Dan jika seperti itu, sudah jelas tidak mungkin ada pemirsa yang tidak tertarik, minimal berangan-angan memperoleh hadiah tersebut.
Sama halnya dengan polling pada awal mula untuk dukungan seperti halnya AFI, ternyata polling ini pun juga digandrungi oleh pemirsa. Terlebih sasaran dari media adalah para pemirsa yang hingga larut, bahkan bagi yang susah tidur (Insomnia), acara ini bisa menjadi hiburan. Pengemasan acaranya pun cukup "Menarik" pemirsa. Dengan gaya interaktif presenter yang bisa memancing pemirsanya untuk bersedia berpartisipasi
Dan lagi-lagi media televisi lainnya pun juga tidak hanya diam saja. Satu diantara lainnya berusaha untuk saling mengkreasi sebuah acara dengan konsep serupa yang lebih "dimodifikasi" yang diharapkan dapat lebih menarik audiens. Sebagai contoh Teka-Teki Malam di TPI, acara tersebut memiliki konsep yang tak jauh beda, namun disisipi dengan sejumlah infotaiment, agar pemirsa tidak jenuh menyaksikan acara tersebut.
Yang lebih hebatnya lagi, program-program acara seperti itu kini tidak hanya disajikan oleh stasiun televisi saja, radio pun mencoba melakukan langkah yang serupa untuk mencari ketertarikan audiens sebanyak-banyaknya pada tingkatannya. Bahkan Tidak sedikit media siar stasiun radio menyajikan serupa dengan televisi (Tentu saja yang membedakan hanya media visual) dengan berani memberikan kompensasi berupa hadiah yang berjumlah tidak sedikit itu untuk para partisipannya yang beruntung.

Eksploitasi Peserta
Peserta diminta untuk berpatisipasi dengan iming-iming hadiah yang menarik. Cenderung tarif SMS yang dikenakan, rata-rata Rp. 2.000,- per kirim, dengan cara tawaran medapatkan hadiah dengan mudah dan murah. Tentu saja bagi media merupakan keadaan yang menguntungkan dengan berkerjasama dengan provider.
Bisa dibayangkan berapa banyaknya peserta yang mengirim SMS, sedangkan hadiah yang diperebutkan hanya diberikan kepada segelintir atau satu oang saja. Cara yang digunakan presenter dalam mengajak pemirsa mengirim SMS pun terkesan persuasif.
Sedangkan untuk acara polling dukungan, juga setali tiga uang. Konsep acara yang ditawarkan oleh media produksi program berusaha membuat setiap pagelaran untuk menyentuh emosi penonton, salah satu contohnya presenter memerintahkan kepada setiap peserta untuk memkampanyekan dirinya dengan segala keunikan dan kelebihan yang dia miliki untuk membujuk dan menarik respon pemirsa guna mendukung idolanya. Selain itu dalam setiap pagelaran, pemirsa juga diajak sebagai bagian dari dewan juri acara tersebut. Sehingga seolah-olah para penontonlah yang menciptakan seorang artis dan entertainer besar di kelak hari.
Timbulnya Tindak Kriminalitas Bermodus Penipuan
Dengan banyaknya acara yang menggunakan format polling SMS yaitu kuis berhadiah dan acara reality show seperti AFI atau Indonesia Idol. Memungkinkan timbulnya tindak kriminalitas bemodus penipuan yang menginformasikan kepada seseorang atau lebih yang berisikan info bahwa seseorang tersebut memenangkan sejumlah hadiah dari sebuah kuis berhadiah atau polling sms dari sebuah acara. Padahal belum tentu seseorang tersebut mengetahui adanya kuis atau acara yang bersangkutan.


Kualitas Dari Hasil Program Acara Tersebut Tidak Mencerminkan Keadaan Yang Sebenarnya
Problematika tersebut muncul, dikarenakan media cenderung mencari profit atau keuntungan besar. Tanpa memperdulikan dampak yang aka ditimbulkan yang dianggap tidak merugikan pihaknya sendiri.
Misal, rating acara (hal ini bersangkutan dengan penjualan space iklan dan polling sms). Tanpa memperhatikan aspek lain seperti kualitas penjurian terhadap peserta audisi. Contoh: acara realty show asian idol yang mendaulat hady mirza (singapura) sebagai pemenang pertama, padalah juri-juri pada saat itu cenderung memberikan suara terbanyak kepada Mike (Indonesia). Namun dikarenakan media lebih cenderung memperhatikan hasil polling sms pemirsa, pada akhirnya keputusan akhir berpedoman kepada polling tersebut sehingga hady mirzalah yang memenangkan asian idol pertama.

Kreatifitas Media dalam penciptaan program acara menurun
Banyaknya media yang tertarik dengan bisnis polling SMS, sehingga mengakibatkan banyaknya pula acara-acara serupa yang diproduksi. Alhasil memberikan kesan acara yang disajikan kepada pemirsa cenderung hanya itu-itu saja. Sehingga mau tidak mau pemirsa terkesan dipaksakan untuk menyaksikan acara yang menggunakan format yang serupa. Gejala ini membuktikan bahwa dapat melakukan segalanya dengan mengesampingkan keadaan masyarakat namun mementingkan tujuan dari media tersebut.

Kurangnya Peran Pemerintah
Problematika ini muncul pada program acara polling SMS berhadiah. Dikarenakan hingga saat ini pada kalangan masyarakat sendiri masih terdapat polemik bahwa program acara tersebut termasuk judi atau bukan.
Sayangnya hingga saat ini, pemerintah yang notabennya memiliki wewenang untuk membuat / mengatur regulasi tentang penyiaran dan yang berkaitan dengannya, belum bersikap. Dari pihak media sendiri juga memiliki strategi dalam mencari "celah-celah" untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya lewat regulasi tersebut.

SOLUSI
Eksploitasi Peserta

Keberlangsungan acara polling (Baik dukungan atau SMS) yang diadakan oleh sejumlah media tak luput juga dari sikap masyarakat/pemirsanya sendiri. Sehingga untuk mengatasi problematika kecendrungan terhadap eksploitasi tersebut dimulai dari diri masyarakat/pemirsanya sendiri dengan mengurangi intensitas terhadap keterlibatan polling SMS tersebut, dan adanya kesadaran diri.
Jika hal tesebut telah dilakukan, maka pesrta akan berkurang, dan rating otomatis berpengaruh. Sehingga media akan melakukan perhitungan kembali terhadap program acara tersebut.

Timbulnya Tindak Kriminalitas Bermodus Penipuan
Beberapa langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk menghindari modus penipuan melalui SMS antara lain:
Apabila tidak pernah merasa ikut undian, jangan tanggapi info hadiah melalui SMS. Kalau memang tertarik juga, cek informasi pada penyedia layanan atau operator (Telkomsel, Indosat, XL, dsb) apa ada undian dan apa memang benar kita yang dapat hadiah undian.
Jangan mudah tergiur dengan iming-iming hadiah yang tidak jelas asal muasalnya.
Pikirkan secara matang terlebih dahulu sebelum mencoba layanan khusus SMS yang sering beredar di media massa.
Jangan pernah memberikan nomor rekening bank kita kepada orang lain.
Guna mencegah penyalahgunaan nomor rekening bank, sebaiknya Bank Indonesia untuk membuat regulasi sebagai berikut (Pikiran Rakyat, 16 Maret 2008):
1. Persyaratan bagi perorangan untuk membuka rekening bank adalah sebagai berikut,
(a). KTP, Kartu Siswa, atau Kartu Mahasiswa.
(b). Kartu Keluarga.
(c). NPWP atau Surat Keterangan Domisili yang ditandatangani oleh Ketua RT, Ketua RW, dan Kurah.
2. Kepada seluruh bank diwajibkan melakukan pemanggilan kepada seluruh pemegang rekening perorangan untuk melakukan registrasi ulang dengan melengkapi persyaratan seperti halnya membuka rekening baru.
3. Memberi sanksi kepada bank yang tidak mengindahkan ketentuan tersebut di atas.
Segera laporkan kepada pihak berwajib apabila mendapat sms yang berisi informasi tidak jelas asal muasalnya, hal ini bertujuan agar aparat yang berwenang mudah melacak nomor pelaku.

Kualitas Dari Hasil Program Acara Tersebut Tidak Mencerminkan Keadaan Yang Sebenarnya
Seiring semakin banyaknya program acara reality show yang menggunakan jasa pemirsanya untuk menentukan pilihannya sendiri membuat seakan-akan kompetisi tersebut tidak berjalan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki para peserta show.
Media harus bersikap bijaksana dalam penilaian, sehingga kelihatan lebih fair dalam menentukan hasil. Tetap menggunakan polling SMS dalam menentukan pemenang, namun keputusan mutlak harus tetap pada juri yang telah ditentukan. Persentase penilaian dari para juri harus lebih besar atau banyak dari pada polling SMS pemirsa. Dengan melakukan cara seperti ini-pun tidak menutup kemungkinan media akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, yaitu selain kompetisi akan lebih fair dalam penilaiannya, media tetap akan mendapatkan keuntungan dari polling SMS yang dikirim oleh pemirsa dan penilaian pemirsa TV terhadap media yang bersangkutan akan lebih baik dari sebelumnya karena tingkat profesionalitas dari media tersebut dalam hal penjurian sebuah kompetisi.
Kreatifitas Media Dalam Penciptaan Program Acara Menurun
Keberadaan polling SMS atau kuis berhadiah melalui SMS awalnya sangat menarik bagi masyarakat kita untuk ikut serta dalam acara tersebut. Karena adanya dorongan pasar yang begitu pesat. Media berlomba-lomba menyuguhkan hal yang serupa kepada masyarakat.
Namun lambat laun masyarakat pasti akan merasa jenuh dan bosan bila setiap media televisi khususnya, banyak menayangkan acara yang memiliki embel-embel "Polling SMS Berhadiah". Karena terlalu sering masyarakat melihat hal yang sama di setiap media yang berbeda, timbullah pemikiran baru bahwa media sekarang ini cenderung kurang kreatif. Lebih banyak ke arah meniru satu sama lain.
Untuk menghindari ini terjadi, sebaiknya setiap media lebih banyak menggali potensi pekerjanya, khususnya dalam departemen kreatif. Dengan mengembangkan SDM dalam departemen tersebut dapat memicu orang-orang didalamnya untuk membuat ide-ide yang cemerlang. Yang tentunya benar-benar diluar dari biasanya. Lalu ide-ide tersebut didukung dengan adanya survei dalam masyarakat tentang keinginan masyarakat akan sebuah konten acara yang mereka butuhkan. Dengan hasil survei tersebut, bisa menjadi acuan sebuah media untuk membuat sebuah acara yang bermutu dan berkualitas. Dan tentunya memberikan profit yang besar bagi perusahaan karena memiliki acara yang tidak monoton.

Kurangnya Peran Pemerintah
Keberadaan media hingga pada tata cara pelaksanaannya telah diatur dalam regulasi penyiaran. Sehingga diharapkan seharusnya pemerintah memberikan sikap terhadap media-media yang berada terhadap kebijakan yang sebenarnya telah ditetapkan tersebut.
Namun sayangnya media juga selalu mencari bentuk-bentuk lain yang dianggap "Menguntungkan" dan "Merugikan" sebagian pihak dengan dalih memang masih sesuai pengan peraturan yang ada. Sehingga tentunya pemerintah selalu meninjau dan meng-"Up date" regulasi-regulasi yang ada.

Tidak ada komentar: